JUNDI....knapa napasmu terhenti... apa lelah tlah kau temui... sebab darah tlah kau kucuri...
JUNDI...knapa napasmu terhenti... di tengah panas kecamuk menanti... sejak lunglai kaki terhempas besi...
JUNDI...knapa napasmu terhenti... knapa napasmu terhenti...
BERDEGUBLAH..
berdegublah dengan smakin kencangnya... ya, smakin kencangnya...
Karna stiap denyutmu adalah kehidupan... sebab nyawa saudaramu jadi rebutan...
JUNDI...rautmu isyarat keteguhan... menapak satu demi satu kematian...
JUNDI...ayun dan tgakkanlah pedang... jika tidak kerikil kau hempaskan... menghunus darah hitam kedzoliman... dari mereka yang tak berbelas kasihan...
JUNDI...knapa napasmu terhenti... adakah kata bagimu MATI...
JUNDI...knapa napasmu terhenti...
JADIKAN NYAWAKU SEBAGAI GANTI...!!!

Baca lanjutannya......
Diposting oleh rio

MENUJU KESATUAN FIQROH
Ba’da syukur pada Allah dan shalawat pada Rasulullah… Teruntuk mereka, ‘ Al Akh ‘ di persimpangan jalan... Mereka yang hatinya kini dalam keraguan, antara berjalan melangkah atau berhenti di tengah…antara sekelumit tanya dan prasangka yang mengikutinya… Catatan ini penulis sampaikan… Bismillah… Ikhwati fillah, inilah pemahaman yang penting untuk diketahui, yang kemudian hendaknya dijadikan sebuah bentuk realisasi. Karena pemahaman ini adalah ’telapak kaki’ yang akan mengantarkan kita kepada kebenaran jalan yang hakiki ( Thoriqu da’wah ). Satu hal yang perlu disadari, bahwa Allah telah menentukan garis hidup kita untuk mengemban misi yang mulia sebagai khalifah, penyebar risalah nubuwwah. Suatu amanah yang ’luar biasa’ tentunya karena yang kita hadapi bukanlah sekedar mimpi-mimpi pagi yang ketika tidak diingini dapat ditinggal pergi. Namun, akan dijumpai padanya hari ini dan esok hari berbagai Tribulasi yang akan menyurutkan kita disetiap langkahnya. Bagi kita yang tidak kuat maka akan hilang tertelan bersamanya. Ikhwati fillah, bagaimanapun juga dakwah ini tidak akan sanggup dilaksanakan seorang diri. Bahkan, seorang Musa As pun membutuhkan seorang Harun As untuk menghancurkan kediktatoran Fir’aun. Artinya, aktifitas dakwah sekecil apapun akan banyak menguras energi jika dilakukan seorang sendiri. Butuh kerja-kerja kolektif dengan kepemimpinan yang arif sebagai sumber inspirasi. Hal inilah yang menjadi substansi dari sebuah ” Jama’ah ”. Sebagaimana yang dikatakan Umar bin khatab ra : ” Wahai masyarakat arab, bumi adalah bumi, tidak ada islam kecuali dengan jama’ah, tidak ada jama’ah kecuali dengan kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan.”
Inilah yang perlu dipahami, bahwa jama’ah sesungguhnya adalah bentuk representasi, miniatur dari dakwah itu sendiri. Ia adalah sistem yang menaungi dari pencapaian dan penyebaran nilai-nilai yang islami. Di dalamnya terdapat sekumpulan ’orang-orang khusus’ dengan berbagai tingkatan pemahaman dan kompetensi, yang dengan karenanya, islam, ilmu dan amalnya tersampaikan dengan sempurna. Namun, ketika itu semua dikembalikan pada realita yang terjadi saat ini, dimana komunitas jama’ah yang semakin bervariasi dengan orientasi amalnya sendiri-sendiri, tentu akan banyak menimbulkan gesekan fikroh disana-sini. Panas telinga penulis ketika mendengar berbagai macam tudingan yang saling memojokkan, bahkan sampai pada tingkat pentakfiran ( pengkafiran ). Naudzubillah..., sebuah komunitas jamaah yang dulu dibangun dengan ketaatan oleh Rasulllah, kini meninggalkan sedemikian banyak perdebatan hingga memunculkan banyak firqah ( kelompok jama’ah ) yang saling memakan dan melemahkan. Ini sebuah sunatullah. ” ...Sesungguhnya bani israel terpecah menjadi 72 golongan, dan umatku terpecah menjadi 73 golongan. Semua akan masuk neraka kecuali hanya satu golongan.” Mereka bertanya, ” Siapa mereka wahai Rasulullah ?” Rasulullah menjawab, ”orang yang mengikuti ( sunah ) ku dan ( sunah ) sahabat-sahabatku.” ( H.R Tarmidzi, Ibnu Majah dan Abu Daud ) "Kesatuan Fiqroh...inilah yang menurut hemat penulis perlu dipahami lebih dalam. Kemampuan seorang ’al akh’ untuk memahami hakikat jama’ah, bagaimana ia memandang dan memposisikan diri terhadapnya. Hal inilah yang perlu menjadi prioritas utama. Dengan demikian, seorang ’al akh’ tidak akan lagi mengalami keraguan. Tidak menjadi kader-kader di persimpangan jalan. Ia akan menjadi orang-orang yang benar-benar tajarrud ( totalitas ) dalam setiap aktivitas gerakannya.
Ikhwati fillah, marilah kita berfikir bersama bagaimana selayaknya kita memandang dan memposisikan diri terhadap jama’ah. Baca dan simaklah Q.S Al Maidah : 35 ” Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada Nya dan berjihadlah pada jalan Nya supaya kamu mendapat keberuntungan.” ( Q.S Al Maidah : 35 ) Ikhwati fillah, dari kutipan ayat di atas, sesungguhnya ada 3 point penting yang menjadi substansi sebuah jama’ah. Kata ’takwa’,’mendekatkan diri’, dan jihad’. Pahamilah, bahwa Allah menghendaki kita berjama’ah sesungguhnya sebagai sebuah bentuk ’ekspresi’, aplikasi dan penerjemahan dari ketakwaan kita pada Nya. Inilah dasar pemahaman yang harus diketahui. Karenanya setiap al akh, hendaknya bersungguh-sungguh pada jama’ahnya, sebagaimana kesungguhan yang menjadikan ia makin bertakwa pada Nya. Kemudian timbullah pertanyaan, lalu jama’ah yang mana ? jama’ah A yang lebih banyak diam, jama’ah B yang terlalu ekstrim, atau jama’ah yang seperti apa ? maka penulis meyakinkan bahwa sesungguhnya jama’ah yang wajib dimiliki oleh seorang al akh adalah jama’ah yang semata-mata berorientasi untuk mendekatkan diri pada Allah. Tentunya yang searah dengan apa yang diajarkan Rasulullah. Inilah syarat ”mutlak” dan yang menjadi alasan utama kenapa kita berijtihad memilih jama’ah ini ( tarbiyah ) sebagai bentuk representasi ketakwaan kita. Modernisme dan perkembangan dunia menuntut kita untuk dewasa. Tidak boleh menjadi alasan bagi kita untuk meninggalkan tatanan nilai-nilai islam yang kafaah. Namun tidak pula menjadi alasan bagi kita untuk menjadi ’kaku’, memandang sesuatu berdasar pada 'nash' yang dijadikan statement tegas tanpa didasari pemahaman yang mendalam tentang asal-muasal dan kondisi saat turunnya 'nash' tersebut. Sehingga yang terjadi selanjutnya adalah munculnya banyak statement yang berlebihan sehingga budaya bid’ah dan takfir menjadi istilah yang seakan menjadi lumrah. Pahamilah islam sebagai sebuah sistem yang dinamis. Sayyid Qutb menyebutnya sebagai sebuah sistem hidup yang bergerak ( manhaj hayy mutaharrik ). Sebuah sistem yang hanya diwujudkan dan dijawantahkan oleh sekelompok manusia ( jama’ah ) yang menghendaki terwujudnya sistem islam yang realistik dan objektif. Oleh karena itu, pantaslah bagi kita mengatakan, ”Jama’ah ini ( tarbiyah ) adalah "PILIHAN atas sebuah "KEYAKINAN”.
Namun demikian ikhwati fillah, tidak pantas pula bagi kita untuk berbangga diri dan mengatakan jamaah ini adalah jama’ah yang terbaik. Ingatlah, dalam qur'an Nya, Allah menyeru kita ” Pilihlah jalan...”. Artinya, tidak menutup kemungkinan adanya jalan-jalan selain tarbiyah yang bisa dijadikan sebuah sarana untuk mendekatkan diri pada Nya. Ini adalah ijtihad yang kita yakini kebenarannya. Seperti yang penulis telah katakan sebelumnya, bahwa jama’ah adalah wujud representasi dari dakwah itu sendiri. Sehingga kokoh dan tegaknya dakwah, ditentukan pula oleh para pelaku jama’ahnya. Hal inilah yang menjadi suatu bentuk ”keterikatan” antara jama’ah sebagai suatu sistem yang menaungi dan kader sebagai pelaku yang mendalami. Ketidaktaatan dan ketidaktsiqohan kader pada jama’ah, menyebabkan dakwah yang dibangun akan hancur dengan sendirinya. Hal ini seperti yang dikatakan Ust Fathi Yakan, dalam bukunya,” Runtuhnya Dakwah di Tangan Da’i ” Ikhwati fillah, satu point penting yang tidak boleh dilupakan dalam aktivitas berjama’ah adalah setiap bentuk pemahaman ( ilmu ) hendaknya selalu diaktualisasikan dalam bentuk amal ( Q.S Al Imran : 35 merepresentasikannya dalam bentuk jihad ) sebagai inti dari semua aktivitas dakwah. Artinya, semua aktivitas jama’ah, dikembalikan kepada kader sebagai pelaku ( eksekutor )di dalamnya. Inilah yang perlu dipahami, bahwa sesungguhnya jika kita lihat lebih dalam, tarbiyah bukanlah sekedar fasilitator yang akan ’memuaskan’ sekumpulan orang yang ada di dalamnya. Namun, sesungguhnya tarbiyah adalah mediator, tempat para aktivisnya melakukan ’ rekayasa amalnya ’. Sempat beberapa kali penulis mendengar dan menyaksikan, seorang al akh yang menyatakan tidak puas dan kemudian hendak ’hengkang’ dari jama’ah. Mereka yang kecewa, akan surut, kemudian hilang tanpa nama. Tentunya butuh pemahaman disini, bahwa bukan jama’ah yang menjanjikan dan menjadikan seorang al akh masuk surga, namun semata-mata hanya karena buah ibadah dan muamalahnyalah yang mengantarkan diri pada keridhaan Nya. Ikhwati fillah, pahamilah jama’ah ini secara ’bijak’, maka dengannya akan kita pahami arti dari kata ’Bertindak’. kesemuanya didasari oleh pemahaman, kecintaan, keloyalan yang mendalam sebagai arti dari kata ”Takwa”. Namun, janganlah kita menjadikan kecintaan itu menjadi sebuah kesempitan, sehingga kemudian kita menutup diri dari interaksi. Bertholabul ’ilmi dan bersaudaralah dimana saja, hingga kelak kata ”Ikhwah” tidak hanya milik para kader tarbiyah saja. Karena sesungguhnya persaudaraan kita bukanlah ukhuwah karena jama’ah, tapi ukhuwah islamiyah yang "hanya" dibatasi oleh nilai-nilai akidah di dalamnya. Ikhwati fillah, memahami, memandang dan memposisikan diri dengan jama’ah dibutuhkan suatu proses pemahaman di dalamnya. Karena yang kita hadapi hari ini adalah sebuah komunitas jama’ah diantara berbagai jama’ah. Tidak ada jaminan siapa yang paling benar, walau banyak diantaranya yang merasa paling benar. Namun, cobalah untuk merangkai semua pemahaman tadi menjadi sebuah "kesatuan fiqroh". Pahamilah bahwa jama’ah ini semata-mata hanyalah sebuah wasilah dakwah, ijtihad yang kita yakini kedekatannya dengan ajaran Rasulullah. Artinya semua yang akan terjadi dikembalikan kepada kita sebagai pelakunya. Beramallah...beramallah...beramallah... karena sesungguhnya ”amal adalah inti dari gerakan dakwah kita”. " Jangan hanya menjadi kader ngaji, tapi MALAS berkontribusi ". Pahamilah dakwah ini secara syumul...Laluilah perjalanan kecilnya yang berliku saat ini, sampai suatu saat engkau akan dipertemukan dalam suatu danau yang besar, muara dakwah...
Ikhwati fillah, berusahalah untuk berbuat yang terbaik untuk jama’ah, karena hal inilah yang akan menjadi jawaban seperti apa yang penulis yakini, akan adanya tatanan yang lebih baik, lebih sempurna dari jama’ah-jama’ah yang sudah ada, yang kemudian kesemuanya melebur dalam satu orientasi yang sama seluruhnya..."JAMA’ATUL MUSLIMIN, di bawah panji khilafah...sebuah kesatuan jamaah seperti apa yang ada pada zaman Rasulullah.... Wallahu’alam bissowab
Ma’raji : - Q.S Al Maidah : 35 - Salafi sebuah fase sejarah bukan mahdzab ( Dr. M. Said Ramadhan al-Buthi ) - Taifah manshurah, kelompok yang dijanjikan ( Dr. Salman Al-Audah ) - Menuju Jama’atul Muslimin, telaah sistem jama’ah dalam gerakan islam ( Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir )

Baca lanjutannya......
Diposting oleh rio

KAMMI MENAPAKI MASA DEPAN
Oleh : Rio Risnaldi ( Staff Humas KAMDA )
“ Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakad dan sejarah. Menulis adalah kerja untuk keabadian.” ( Ananta Toer )
Kutipan diatas menjadi retorika yang sempurna, sekaligus cerminan hendaknya bagi siapa yang menginginkan kemajuan cita-cita. Penulis tidak mengartikan salinan katanya dalam makna yang sebenarnya. Namun hanya ingin mendeskripsikannya sebagai sebuah makna yang berarti “ Kerja “.
Satu dekade KAMMI berdiri, usia yang masih terbilang muda memang. KAMMI mulai merangkak menuju kedewasaannya. Namun, waktu yang sedemikian itu, selayaknya dijadikan parameter bagi KAMMI untuk menilai arti dari sebuah kontribusi. Kerja-kerja apa yang sudah dilakukan dan seberapa besarkah memperoleh kemanfaatan, ini menjadi ukuran. Dinamika politik dan sejarah memang menuntut KAMMI untuk siap sedia berubah. Mengadaptasi, tentunya bukan dengan cara berevolusi. Hal ini karena KAMMI terlahir sebagai gerakan moral, bukan gerakan politik yang bertujuan untuk menjatuhkan kekuasaan. Sehingga Ust Mahfud Sidig menyebut KAMMI sebagai “gerakan islah”. Inilah kelebihannya, sehingga di tengah fragmentasi gerakan mahasiswa, KAMMI menjadi komunitas yang tetap eksis mempertahankan wujud, karakter dan kekhasan gerakannya.
Moment milad KAMMI pada 29 Maret 2008 lalu, hendaknya menjadi sebuah catatan, bahwa untuk kesekian kalinya KAMMI menghirup udara perjuangan yang sama. Satu pertanyaan yang sedianya terjawab, adakah milad KAMMI menjadi sarana untuk berfikir dan merenungi ? tentang apa yang sudah dan akan KAMMI lakukan setelahnya. Seberapa besar point-point kegemilangan didapatkan disetiap langkahnya. Ini yang perlu dipikirkan bersama.
“ Seharusnya sudah banyak tinta sejarah yang tertuliskan sejak KAMMI didirikan. Masalahnya, siapa yang akan menulis sejarah-sejarah itu ? atau dimana sejarah itu dikutip ? tentu tidak ada pilihan lain, KAMMI harus menulis dirinya sendiri “. Ujar Bapak Doni Riyadi, mantan pengurus Kamda Semarang yang kini aktif di komunitas penulis ‘wedang Jae’.
Sebuah intisari yang patut direnungi bersama, bahwa KAMMI harus menentukan nasib hidupnya. Hal yang teramat lumrah memang, karena setiap agen perubah memang dituntut untuk menciptakan independensi gerakan. Tidak berkoloni dalam satu dahan, atau bahkan menjadi komunitas ikutan ( epigon ).
Perlu disadari, bahwa KAMMI bukanlah “ Taken for Granted “ ( pinjam istilah Marshudi, 2003 ) yang muncul begitu saja, tapi KAMMI adalah apa yang dicitakan oleh para ‘ penulisnya ‘. Karenanya, sudah menjadi suatu kepastian bahwa KAMMI harus berjalan pula sesuai harapan cita-citanya. “ KAMMI harus peduli terhadap nasib rakyat kecil “, demikian ujar Suyitno, seorang pedagang keliling di bundaran emperan Simpang lima.
Berbagai aktivisme yang KAMMI lakukan tentu butuh penyesuaian. Zaman sudah berubah dan pola pikir masyarakat pun juga berubah. KAMMI sekarang hidup dalam dunia ‘serba maya’, dimana tidak ada kepastian di dalamnya. Suatu saat hal yang sepele bisa menjadi hal yang luar biasa atau bahkan sebaliknya, hukum yang berlaku hari ini bisa jadi tidak berlaku lagi esok hari. Jika 10 tahun yang lalu KAMMI menjadi ‘sesosok pahlawan’, itu semata tak lepas dari pengaruh moment yang ada. Tidak selamanya KAMMI akan dipandang baik. Realitanya, masih ada saja yang memandang miring aksi yang dilakukan oleh KAMMI. Anggapannya, mahasiswa harus kembali pada kodratnya semula, hanya fokus menekuni bangku kuliahnya.
Inilah yang perlu dipikirkan bersama, kuantitas kerja tidak selamanya menjadi nilai positif. Justru bagaimana KAMMI harus ‘pintar’ memainkan peran memanfaatkan moment-moment yang tepat. Kemudian mengoptimalkan moment itu sebagai sebuah ’ideological weapon’ bagi KAMMI untuk menjaring dan menyalurkan aspirasi. Ini adalah basic KAMMI sebagai bagian dari sebuah gerakan moral.
KAMMI menapaki masa depan.., sebuah cita dan tantangan besar yang ada di dalamnya. Apakah KAMMI kuat bertahan dan menjadi ’figur masa depan’, ataukah tenggelam hilang termakan zaman. Mengikuti jejak suram gerakan mahasiswa yang ada sebelumnya. Semoga milad KAMMI menjadi sarana untuk berfikir dan merenungi...
Wallahu’alam bissowab

Baca lanjutannya......
Diposting oleh rio
Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger template by blog forum