Senin, 12 Mei 2008
di
01.50
|
KAMMI MENAPAKI MASA DEPAN
Oleh : Rio Risnaldi ( Staff Humas KAMDA )
“ Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakad dan sejarah. Menulis adalah kerja untuk keabadian.”
( Ananta Toer )
Kutipan diatas menjadi retorika yang sempurna, sekaligus cerminan hendaknya bagi siapa yang menginginkan kemajuan cita-cita. Penulis tidak mengartikan salinan katanya dalam makna yang sebenarnya. Namun hanya ingin mendeskripsikannya sebagai sebuah makna yang berarti “ Kerja “.
Satu dekade KAMMI berdiri, usia yang masih terbilang muda memang. KAMMI mulai merangkak menuju kedewasaannya. Namun, waktu yang sedemikian itu, selayaknya dijadikan parameter bagi KAMMI untuk menilai arti dari sebuah kontribusi. Kerja-kerja apa yang sudah dilakukan dan seberapa besarkah memperoleh kemanfaatan, ini menjadi ukuran. Dinamika politik dan sejarah memang menuntut KAMMI untuk siap sedia berubah. Mengadaptasi, tentunya bukan dengan cara berevolusi. Hal ini karena KAMMI terlahir sebagai gerakan moral, bukan gerakan politik yang bertujuan untuk menjatuhkan kekuasaan. Sehingga Ust Mahfud Sidig menyebut KAMMI sebagai “gerakan islah”. Inilah kelebihannya, sehingga di tengah fragmentasi gerakan mahasiswa, KAMMI menjadi komunitas yang tetap eksis mempertahankan wujud, karakter dan kekhasan gerakannya.
Moment milad KAMMI pada 29 Maret 2008 lalu, hendaknya menjadi sebuah catatan, bahwa untuk kesekian kalinya KAMMI menghirup udara perjuangan yang sama. Satu pertanyaan yang sedianya terjawab, adakah milad KAMMI menjadi sarana untuk berfikir dan merenungi ? tentang apa yang sudah dan akan KAMMI lakukan setelahnya. Seberapa besar point-point kegemilangan didapatkan disetiap langkahnya. Ini yang perlu dipikirkan bersama.
“ Seharusnya sudah banyak tinta sejarah yang tertuliskan sejak KAMMI didirikan. Masalahnya, siapa yang akan menulis sejarah-sejarah itu ? atau dimana sejarah itu dikutip ? tentu tidak ada pilihan lain, KAMMI harus menulis dirinya sendiri “. Ujar Bapak Doni Riyadi, mantan pengurus Kamda Semarang yang kini aktif di komunitas penulis ‘wedang Jae’.
Sebuah intisari yang patut direnungi bersama, bahwa KAMMI harus menentukan nasib hidupnya. Hal yang teramat lumrah memang, karena setiap agen perubah memang dituntut untuk menciptakan independensi gerakan. Tidak berkoloni dalam satu dahan, atau bahkan menjadi komunitas ikutan ( epigon ).
Perlu disadari, bahwa KAMMI bukanlah “ Taken for Granted “ ( pinjam istilah Marshudi, 2003 ) yang muncul begitu saja, tapi KAMMI adalah apa yang dicitakan oleh para ‘ penulisnya ‘. Karenanya, sudah menjadi suatu kepastian bahwa KAMMI harus berjalan pula sesuai harapan cita-citanya. “ KAMMI harus peduli terhadap nasib rakyat kecil “, demikian ujar Suyitno, seorang pedagang keliling di bundaran emperan Simpang lima.
Berbagai aktivisme yang KAMMI lakukan tentu butuh penyesuaian. Zaman sudah berubah dan pola pikir masyarakat pun juga berubah. KAMMI sekarang hidup dalam dunia ‘serba maya’, dimana tidak ada kepastian di dalamnya. Suatu saat hal yang sepele bisa menjadi hal yang luar biasa atau bahkan sebaliknya, hukum yang berlaku hari ini bisa jadi tidak berlaku lagi esok hari. Jika 10 tahun yang lalu KAMMI menjadi ‘sesosok pahlawan’, itu semata tak lepas dari pengaruh moment yang ada. Tidak selamanya KAMMI akan dipandang baik. Realitanya, masih ada saja yang memandang miring aksi yang dilakukan oleh KAMMI. Anggapannya, mahasiswa harus kembali pada kodratnya semula, hanya fokus menekuni bangku kuliahnya.
Inilah yang perlu dipikirkan bersama, kuantitas kerja tidak selamanya menjadi nilai positif. Justru bagaimana KAMMI harus ‘pintar’ memainkan peran memanfaatkan moment-moment yang tepat. Kemudian mengoptimalkan moment itu sebagai sebuah ’ideological weapon’ bagi KAMMI untuk menjaring dan menyalurkan aspirasi. Ini adalah basic KAMMI sebagai bagian dari sebuah gerakan moral.
KAMMI menapaki masa depan.., sebuah cita dan tantangan besar yang ada di dalamnya. Apakah KAMMI kuat bertahan dan menjadi ’figur masa depan’, ataukah tenggelam hilang termakan zaman. Mengikuti jejak suram gerakan mahasiswa yang ada sebelumnya. Semoga milad KAMMI menjadi sarana untuk berfikir dan merenungi...
Wallahu’alam bissowab
Diposting oleh
rio


0 komentar:
Posting Komentar